Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

3 Tingkat Kesadaran Akal Manusia Dalam Pencarian

Saya menemukan ada setidaknya ada 3 tingkat kesadaran manusia dalam proses pencarian semasa hidup. Masing-masing tingkatan membawa dampak yang berbeda pada pola pikir saya ke depannya. Penemuan ini tentu berdasarkan pengalaman saya selama beberapa tahun ke belakang. 

Berikut di antaranya:

1. Mencari Harta (Materi/Uang)

Bisa dibilang ini adalah tingkat pencarian paling awam yang pernah saya jalani.  Selama bertahun-tahun. Ini adalah Kesadaran Akal yang paling rendah. Di titik ini, yang ada dalam pikiran saya adalah tentang mencari kebahagiaan dan kesenangan diri sendiri.

Mencari bagaimana caranya mendapatkan uang, bersenang-senang, demi memenuhi rasa aman dan nyaman, serta merasa terjamin.

Kalau mau coba sedikit kamu renungkan, ini sebenarnya basic instict, sih. 

Karena binatang pun memiliki naluri ini. 😂

Keinginan untuk bertahan hidup dengan kenyamanan, keamanan dan perut selalu kenyang tidak lantas membuat kita selesai menjadi manusia yang sempurna. Di tingkat ini, saya juga cenderung melihat kehebatan seseorang berdasarkan jumlah materi/uang yang dimilikinya, status dan jabatan yang dipegangnya.

Akan sesuatu yang dangkal ketika kita melihat segala sesuatu dari kacamata materi.

2. Mencari Ilmu dan Tujuan

Ini saya temukan setelah merasakan dan mencapai kenikmatan tertentu dalam hidup. Dan, saya menemukan banyak kejanggalan pada perilaku manusia. Ternyata banyak orang berduit banyak, tapi perilakunya mirip binatang.

Lantas saya bertanya-tanya. Apa yang membedakan manusia dengan binatang?

Jawabannya ternyata Ilmu.

Di titik ini, Kesadaran Ilmiah dalam diri saya mulai bangkit. 

Saya mulai melihat penerapan ilmu atas segala sesuatu. Baik di Langit dan di Bumi.

Mencari ilmu dan tujuan dari kehidupan adalah Kesadaran Akal tingkat 2. 

Ilmu yang saya maksud tentu tidak terbatas pada ilmu eksak, melainkan segala jenis ilmu. Yang dapat memberikan manfaat, dan peningkatan kualitas dalam diri sebagai manusia. 

Mulai dari kualitas pola pikir, moral, perilaku, dan lain sebagainya.

Apa tujuan hidup saya? Apa yang bisa saya berikan kepada masyarakat? 

Tanda bangkitnya Kesadaran Ilmiah adalah seseorang tidak lagi menilai orang lain berdasarkan materi. Saya sudah tidak lagi menilai kesuksesan dari kacamata kebendaan atau seberapa banyak uang yang dimiliki di dalam kantong.

Di tingkat ini, saya mulai belajar dan berusaha melihat hidup dari kacamata Kemanusiaan dan Ketulusan.

3. Mencari Tuhan (Iman)

Ini termasuk dalam puncak dari pencarian, sih. Sepengamatan saya, nggak banyak orang yang mencapai tingkat ini. Bukan karena nggak mampu, tapi karena nggak mau. Guru ngaji pun bisa jadi beragama tanpa tahu dan kenal siapa tuhannya.

Semula, dahulu, saya berasumsi bahwa Iman kepada Allah itu jatuh dari langit. 

Bahkan bayi yang lahir di Keluarga Muslim, sudah otomatis beriman. Otomatis bakal masuk Surga. Ternyata tidak demikian. Seusai Kesadaran Ilmiah bangkit, saya menyadari hal-hal seperti:

  1. Sedikitnya, saya jadi paham kenapa agama bisa menjadi barang dagangan paling laris sepanjang sejarah; 
  2. Kenapa banyak orang menjalani agama sambil bercanda; 
  3. Kenapa orang beragama kadang perilakunya lebih terbelakang, dibanding yang tidak beragama; dan
  4. Bahwa Iman dan Islam itu adalah 2 komponen yang berbeda. 
Orang mengaku Islam, ya belum tentu beriman. 

Malah banyak orang ber-Islam karena ingin merasa normal dan aman aja. Supaya gampang bergaul di masyarakat. Kita ini kan makhluk yang lapar perhatian sosial. 

Pikiran kita ini pandai menipu diri, bahkan tanpa kita sendiri sadari. Semua demi menyenangkan hati kita. Ini bentuk protokol bertahan hidup, sih. Kalau nggak seperti, mental kita bakal terkuras habis. Karena dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang tidak selalu sesuai dan menyenangkan hati kita.

Lalu, harus ke mana saya mencari Tuhan?


Saya sangat mencintai hidup. 

Paham nikmatnya hidup, pahitnya hidup. Sampai kemudian saya sadar bahwa saya bisa mendadak mati. Hahahaha.... duh, kalau mikir mati, semua jenis nikmat jadi kayak upil kering.

Tak terhitung orang yang mendadak mati semasa pandemi ini.

Apa yang bakal terjadi setelah saya mati? Dari mana saya tahu Tuhan itu ada? Siapa itu Tuhan? Dari mana saya yakin bisa masuk Surga? Bagaimana saya bisa menghadapi Tuhan, padahal saya saja tidak kenal Tuhan??

Terus, bagaimana dengan agama? 

Oh, agama itu ibaratkan pelajaran PPKN. Program budi pekerti berkelanjutan yang ditanamkan ke dalam otak sejak kecil. Kalau sudah tertanam baik, udah. Bakal bisa berjalan secara otomatis tanpa mikir. Agama menjadi agung ketika dilengkapi Iman. 

Kalau tanpa Iman? Yah... jadi kering aja.

Sedangkan Iman? Ah... ternyata itu dimensi yang berbeda. Saya akhirnya sadar, mencari Iman (Tuhan) ternyata nggak kayak mencari guru ngaji yang suka ceramah di masjid.
Untuk kurun waktu yang lama, pencarian Iman sering kali dianggap perjalanan mistis. 

Padahal, nyaris sepenuhnya bisa dipahami secara ilmiah. Kalau dipandu pakai kitab yang tepat. Iman bisa dipahami akal andaikan Kesadaran Ilmiah dalam diri sudah bangkit. Kalau masih tidur? Ya, nggak bisa. 

Andaikan Kesadaran Ilmiah dalam diri masih tidur, Iman rentan dianggap sebagai hal mistis yang jatuh dari langit.

Di sisi lain, setelah saya menyentuh tingkat kesadaran ini, dunia jadi serasa kayak kerikil di ujung jempol kaki. Lagi senang tetap kalem, lagi susah yah... debar-debar dikit. Hidup jadi layaknya terlibat dalam sandiwara lawak, yang banyak pemain di dalamnya berusaha melucu sembari merem.

Nah! Karena kondisi panggung lawak yang demikian, maka wajar dan masuk akal, kalau panggung (dunia) tempat kita hidup sekarang ini penuh kekacauan.

Kamu pernah mengalami apa yang saya alami, nggak?

rama nugraha
rama nugraha Mantan Orang IT yang jadi Penulis.

Posting Komentar untuk "3 Tingkat Kesadaran Akal Manusia Dalam Pencarian"