Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lima - Masjid di Bawah Tanah

Kami bertemu terowongan dengan lebar dua meter setiba di dasar tangga. Tingginya mencapai dua setengah meter. Menghampar lurus dan berbelok ke kanan, sebelum bertemu dengan cabang terowongan lain. Neon-neon bercahaya putih pucat menempeli dinding di setiap rentang jarak lima sampai tujuh meter.

Sejak tahun 2063, hampir setiap rumah orang Muslim di berbagai daerah di Indonesia telah terhubung dengan jaringan terowongan bawah tanah seperti ini. Pembangunannya pun memakai alat bor khusus yang dipinjamkan oleh Tiongkok. Semua disebabkan masjid-masjid umat Islam Indonesia terpaksa dibangun di bawah tanah.

Konon perlawanan demi perlawanan memang telah dilancarkan, tapi rupanya kekalahan masih senang memihak orang Muslim. Bagaimana tidak? Teknologi persenjataan militer kami tertinggal jauh. Kami juga tidak paham caranya berperang dan mempertahankan diri. 

Akibat dilarang mempelajari keilmuan filsafat, yang lantas mematikan kemampuan berpikir kritis, kami tidak memiliki naluri atau insting pejuang yang sanggup mencari solusi. Akal kami mandek dan tidak mampu memikirkan strategi perlawanan. Yang kami pahami hanya Rukun Islam dan memperbanyak doa meminta bantuan Allah. Tentu saja, doa tanpa ilmu dan kerja keras tidak akan mengubah keadaan. 

Kami kerap berselisih pendapat dan saling menyalahkan. Frustasi karena kekalahan dan penderitaan. Sampai akhirnya kebanyakan kami menyerah. Merelakan pembangunan masjid di bawah tanah.

Aku sering merenungi peristiwa itu. Baik aku dan kakek, sepakat dengan pendapat Ibnu Rusyd, cendikiawan Muslim pada abad ke 11. Yang menyatakan pentingnya filsafat. Bahkan dalam upaya membuktikan kebenaran Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an sendiri mendorong Muslim untuk berfilsafat—tentu sesuai kapasitas diri dalam berpikir sebagai makhluk. 

Filsafat sendiri adalah tentang bertanya. Dibantu logika rasionalitas yang dilengkapi ilmu, seseorang akan dapat mencari jawaban atas pertanyaannya. Karena itu filsafat bisa disebut sebagai akar dari keilmuan. Seorang manusia membutuhkan filsafat untuk mencari tahu dan melakukan eksplorasi, dalam rangka memajukan peradaban. 

Di saat naluri bertanya dilarang lalu dipadamkan, maka watak kemalasan berpikir kritis pun muncul. Rasa penasaran pada akhirnya tergerus dan hilang, sehingga melahirkan karakter masyarakat yang apatis terhadap berbagai peristiwa merusak lingkungan di sekitarnya.

Lebih dari pada itu, penyebab masjid-masjid berada di bawah tanah, juga dikarenakan posisi Indonesia pada tahun 2075 sudah menjadi negara dengan penduduk majemuk tanpa hak kepemilikan tanah di permukaan planet Bumi. Seluruh sumber daya alam seperti nikel, emas, batu bara, minyak bumi, dan mineral lain, semua diberitakan sudah habis dikuras. Akibat sumber daya alam sudah kering, maka tanah tempat tinggal kami yang lalu dipergunakan sebagai jaminan untuk pinjaman.

Hampir seluruh tanah kami terpaksa digadaikan kepada beberapa negara yang dahulu pernah menjadi teman kami, seperti Amerika, Britania Raya, Prancis, German, Jepang, Korea, Australia, Singapura, Taiwan, dan tak ketinggalan adalah Tiongkok yang pada tahun 2057 berhasil memiliki seluruh pulau Kalimantan. Negara-negara ini dahulunya adalah para investor Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang baik hati dan tidak sombong. 

Di tahun 2058, mereka bersatu membentuk lembaga kenamaan sebagai Negara Investor Indonesia (N.I.I). Tujuan dari N.I.I hanya satu, memastikan hutang yang dimiliki Indonesia dapat terbayarkan dengan tuntas. Tidak peduli bagaimana caranya.

Karena itulah, persis peringatan Allah dalam Al-Qur’an, sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat dari teman baik menjadi penjajah. Kemudian sejak tahun 2060, Pemerintah Indonesia dengan berat hati menetapkan undang-undang bahwa rakyat harus membayar sewa atas tanah yang dahulunya adalah milik rakyat. Uang sewa itu tentu diberikan kepada para perwakilan negara si pemilik tanah. Sebagian digunakan untuk membayar bunga dan cicilan hutang.

Terkait peristiwa menyedihkan yang kami alami, melihat dari kacamata orang Muslim yang akalnya tertidur, mereka lebih condong menyepakati dengan tawakal bahwa, “semua sudah menjadi kehendak Allah. Inilah tanda-tanda akhir zaman, dan kita akan tunggu Imam Mahdi tiba. Selain dari itu, marilah kita memohon ampunan dan berdzikir. Karena cukuplah sedekah serta perbanyak membaca ayat Kursi, dan Allah akan memasukkan kita semua ke dalam surga-Nya.” 

Sementara, aku dan kakek yang menjalani hidup dengan mata akal melihat dan berpedoman kepada Al-Qur’an, sepakat bahwa penjarahan itu terjadi karena kebodohan kami. Salah satunya karena kami malas menjaga rumah sendiri, makanya Allah izinkan rumah kami dirampok tetangga dari negeri seberang.

Terkadang, aku jadi teringat peristiwa sekitar sepuluh tahun lalu. Bertepatan saat Tuan Yong menaikkan gaji bulanan kakek. Dia pernah berkata bahwa Kakek adalah satu-satunya Muslim yang dia percaya, dan juga dipandangnya aneh. Karena Kakek tidak sama seperti kebanyakan Muslim. Kakek berwawasan luas dan berpikiran tajam. Berani, berprinsip, gigih dan pekerja keras. Yang mana karakter tersebut adalah suatu keanehan di mata Tuan Yong.

Tuan Yong menganut ajaran Buddha dan Konfusius, baginya kedua ajaran itu adalah yang paling luhur. Karena mengajarkan welas asih, menolong sesama, serta adab bekerja keras. Dia bilang, ajaran itu adalah salah satu faktor utama yang mendorong Korea bisa menjadi negara maju. Tuan Yong juga amat menghargai ilmu pengetahuan. Dia justru amat terkejut ketika datang ke Indonesia dan menemukan ajaran Islam. Ajaran Islam menurutnya justru membuat peradaban manusia Indonesia menjadi terbelakang dan rentan bersikap arogan disebabkan kebodohan penganutnya.

Karena melalui pengamatan Tuan Yong selama lebih dari 20 tahun tinggal di Indonesia, orang Muslim Indonesia tidak paham apa-apa selain dari bersujud di masjid, ribut halal-haram, dan melontarkan protes ke pemerintah dengan cara berdemo. Tuan Yong bahkan mengoceh kalau Muslim adalah orang-orang yang tidak berilmu dan lupa berpikir. Orang-orang Muslim bahkan doyan membuang sampah di mana-mana.

Kakek hanya tersenyum ketika itu, seraya berkomentar, “Kalau kau memahami kebenaran berdasarkan jumlah mayoritas, kau akan tersesat, Tuan Yong. Saranku adalah, carilah kebenaran ajaran Islam melalui Al-Qur'an.”

rama nugraha
rama nugraha Mantan Orang IT yang jadi Penulis.

Posting Komentar untuk "Lima - Masjid di Bawah Tanah"