Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Supaya kita tidak menjadi Muslim yang terlampau bodoh.

Saya pun sebenarnya adalah orang bodoh. Karena semakin saya tahu, semakin saya sadar kalau ternyata saya tidak tahu apa-apa. 😂  

Tapi belakangan ini saya justru tertegun menemukan orang Muslim yang terlampau bodoh, kenapa sih? Apa yang sebenarnya terjadi? Karena kebodohan ini rupanya menjerat pula Masyarakat Muslim di Indonesia, dalam skala yang cukup besar. 

Apa yang bikin mereka jadi seperti itu?

Berikut yang bisa saya sampaikan, supaya kamu tidak terjebak dalam perangkap kebodohan:

1. Dengarkan nasehat Orang Alim, tapi jangan "beriman" kepadanya.

Ya. Salah satu kecerobohan kita adalah kita mudah "beriman" kepada Orang Alim. 

Atau Ahli Kitab. Berjenggot dikit, bergamis dikit, kita udah langsung memvonis kalau dia pasti Ulama hebat yang berilmu, lalu "beriman" kepadanya. Padahal, tidak seharusnya kita bersikap seperti itu. Sejarah telah menunjukkan bahwa justru Ahli Kitab yang membengkokkan kebenaran disebabkan kedengkian dalam diri mereka.

Contoh bersejarahnya, peristiwa diubah-ubahnya kitab Taurat dan Injil. Mereka itu orang-orang alim loh, para Ahli Kitab yang berilmu dan memahami kebenaran petunjuk dari Allah. 

"Segolongan Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu. Padahal (sesungguhnya), mereka tidak menyesatkan melainkan diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak menyadari. Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya)?" - Ali 'Imran (69-70).

Saya akhirnya menyadari bahwa ayat peringatan tersebut rupanya tidak hanya tertuju kepada para Pendeta (Nasrani) atau pun Rabi (Yahudi). Tapi juga kepada para Ulama (Islam), yang menggunakan berbagai intrik untuk menyesatkan jemaahnya. 

Tentu, saya tidak berniat menuduh profesi Ulama atau Ahli Kitab. Tidak. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa tidak semua Ahli Kitab memiliki ketulusan niat dalam menyampaikan kebenaran. 

Karena ilmunya boleh saja luas, tapi niatnya? Belum tentu.

Ketika seseorang hapal berbagai hadits, pandai membaca Al-Qur'an dengan suara dan lafaz yang merdu, bukan berarti dia mematuhi dan memahami isi dari kitab Allah tersebut. Ahli Kitab juga manusia yang bisa salah dalam menyampaikan pesan, atau bahkan ada yang sengaja menyembunyikan sebagian dari kebenaran.

Itulah sebabnya, Khalifah Umar bin Khattab pernah berpesan:

"Jangan tertipu oleh orang yang membaca Al-Qur'an. Tapi, lihatlah kepada mereka yang perilakunya sesuai dengan Al-Qur'an," - Umar bin Khattab. 

Pesan ini nyata, sangat nyata. Karena saya pernah dipimpin sholat berjamaah oleh imam masjid yang bacaan Al-Qur'an nya merdu dan indah sekali, tapi lalu dia membuang sampah sembarangan pas keluar melalui pintu masjid.

Lalu poinnya apa dari gagasan ini?

Belajar-lah Islam dari berbagai Ulama, dengarkan dan patuhi apa kata para Ulama. Tapi, tetap sisakan dan tumbuhkan 20% sikap waspada serta kritis dalam diri kamu, terhadap dakwah-dakwah yang mereka berikan. Supaya kamu bisa berpikiran jernih, dan tidak mudah terperosok seandainya terdapat Jebakan Kebenaran.

2. Berhenti berasumsi dalam urusan Kebenaran.

Mengingat otak kita yang pemalas, asumsi memang bisa menjadi cara yang mudah untuk menyimpulkan sesuatu. Tapi dalam upaya mencari kebenaran, asumsi justru bisa berdampak fatal, yang membawa kita mengarah kepada kebathilan.

Satu hal yang saya sadari setelah saya belajar mengenal diri sendiri adalah: Manusia sering kali tidak berpikir dalam menjalani hidup, dan gemar ikut-ikutan dalam berbagai hal. Bahkan termasuk di dalamnya dalam urusan beragama dan memahami kebenaran.

Pemahaman tersebut bisa kamu periksa sendiri lewat kacamata neurosains atau ilmu sosiologi. Tentang bagaimana manusia menilai kebenaran yang sering kali justru bersifat subyektif, bukan objektif. Karena kalau saya tumpahkan di sini, nanti lembaran ini jadinya bukan lagi obrolan ringan semata. 

Perhatikan ayat ini, ini nyata dan terjadi di sekitar kita:

"Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan," - Al-An'am (116).

Oleh sebab itu, sebagai Muslim, jangan kita terlalu mengandalkan asumsi dan apa kata orang. Apalagi dalam hal aqidah dan keislaman. Kita selalu berasumsi mayoritas orang berjalan benar, padahal adalah kebalikannya. Mayoritas itu hidup dengan kondisi malas berpikir.

Mayoritas orang berjalan tanpa panduan yang justru malahan menggiring kita menuju kebathilan dan kecelakaan.

3. Tidak ada toleransi, kamu HARUS membaca!

Pernah nggak kamu bertanya-tanya, kenapa perintah Allah kepada Nabi Muhammad justru adalah untuk iqro (membaca)? 

Ya, membaca. Bukan Rukun Islam, atau mengerjakan sholat. Tapi perintah Allah yang paling pertama adalah: membaca.

"Bacalah, dan Tuhanmu-lah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya," - Al-'Alaq (3 - 5)

Ehh... yang patuh membaca justru orang kafir. Lalu mereka menggunakan ilmu pengetahuan yang didapatinya, untuk menjajah dan menindas orang Muslim. Sementara orang Muslim?

Oh... kita ingkar saja dengan perintah membaca. Tidak perlu ajarkan membaca kepada anak-anak kita. Cukuplah ajarkan mereka dzikir dan sholat saja, ditambah hapalan surat, supaya kelak bisa masuk Surga.

Seperti itukan peristiwa yang terjadi di tengah-tengah Masyarakat Muslim?

Fatal sekali dampaknya.

Sungguh ada hikmah yang menggetarkan, kenapa Allah memerintahkan umat Muslim untuk membaca. Sekali pun sayangnya, para Ulama kita di Indonesia hampir tidak pernah mendakwahkan betapa pentingnya membaca. Membaca ini bisa terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya:

  1. Membaca buku.
  2. Membaca diri sendiri.
  3. Membaca alam atau pun lingkungan sekitar, dan
  4. Membaca pergerakan masyarakat dan sejarahnya.
Dengan membaca tekun dan konsisten, kamu akan sadar bahwa kebanyakan orang melakukan sesuatu atau berkomentar tanpa landasan ilmu pengetahuan, atau  sekadar mengada-ada. Kamu juga akan memiliki kepekaan dalam proses mendeteksi kebenaran dan kebohongan, karena akal kamu sudah dipersenjatai kosakata yang lengkap dan beragam yang dapat digunakan untuk menepis ilusi kata. 

4. Marilah berpikir!

Saya paham sulitnya berpikir. Melelahkan. Apalagi kalau kita sejak kecil tidak dididik untuk berpikir, sampai dewasa kita nggak sadar kalau kita justru menjalani hidup nyaris tanpa berpikir.

Sebagian besar orang mungkin ada yang memiliki mati, dari pada belajar berpikir.

Tapi sebagai Muslim, berpikir adalah keharusan!

Allah telah menyindir orang kafir di Neraka terkait berpikir. Orang kafir saja disindir, apalagi orang Muslim? Sebagai Muslim, justru kita harus berpikir, jangan ikut orang kafir untuk tidak berpikir.

Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan dahulu.” (Dikatakan kepada mereka), “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.” - Fatir (37).

Kalau melihat dan merenungkan apa yang kita pelajari sejak kecil, sebagai masyarakat Indonesia. Kita adalah tipikal bangsa yang dididik untuk taat dan patuh,  dengan mengesampingkan akal sehat. Inilah yang bikin kita ketinggalan dalam banyak aspek.

Kita bahkan tidak paham cara membuang sampah pada tempatnya, iya kan?

Manusia sebenarnya, sedikit banyak, adalah produk dari kebiasaan atau rutinitas. Dan terkadang orang tua kita di zaman dulu, menanamkan program ke dalam otak kita, tanpa ilmu pengetahuan. Kalau kita tidak diprogram untuk berpikir, yah... tentu sampai dewasa kita tidak sadar kalau kita sebenarnya tidak berpikir.

Tapi tentu, saya tidak ingin menyalahkan keadaan atau siapa pun. Untuk kamu yang ingin belajar berpikir, luangkan waktu untuk menyendiri sejenak. Mungkin, kamu juga bisa memulainya dari pertanyaan...

"Siapakah saya?" 😁


Wallahu a'lam...

rama nugraha
rama nugraha Mantan Orang IT yang jadi Penulis.

Posting Komentar untuk "Supaya kita tidak menjadi Muslim yang terlampau bodoh."